PERHATIAN TERHADAP TENAGA KESEHATAN YANG MASIH SETENGAH HATI

Nama :Oleh Asal Arif Harefa
NPM :02180200100
Oleh : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Indonesia Maju (STIKIM)

Pasca terbitnya UU no 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, saya memberikan sebuah analisis kritis terkait dengan otonomi daerah atau desentralisasi di sektor kesehatan. Di Indonesia sendiri pemerintah yang memiliki kewenangan terhadap pelayanan kesehatan adalah urusan pemerintah yang Konkuren dimana diartikan bahwa pemerintah dibagi atas Pemeritah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. Salah satu urusan pemerintah yang Konkuren dan bersifat wajib adalah kewenangan terkait pelayanan dasar sebagai contoh dalam Bidang Kesehatan.

Jika dilihat dari pelayanan kesehatan yang dilakukan di tingkat pelayanan dasar belum sepenuhnya terlaksana dengan baik. Pemerataan tenaga kesehatan setiap wilayah provinsi di Indonesia masih belum bisa dilakukan oleh pemerintah baik pusat maupun pemerintah daerah. Walaupun dalam pemerataan ini Nusantara Sehat sudah ikut serta dalam pemenuhan tenaga kesehatan tetapi masih belum bisa membantu, hal ini ditunjukkan oleh Data Informasi dan Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018 dimana masih banyaknya kesenjangan jumlah tenaga kesehatan, fasilitas dan akses menuju tempat pelayanan kesehatan yang masih sangat minim.

Di Indonesia sendiri masih adanya stuning yang kemungkinan salah satu penyebabnya yaitu dari tenaga kesehatan yang belum merata. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2018 menunjukkan bahwa daerah bagian timur Indonesia merupakan daerah dengan tingkat tenaga kesehatan yang paling rendah dari daerah atau provinsi lain. Di daerah terpencil masih ditemukannya tenaga kesehatan dengan upah di bawah UMK bahkan lebih miris lagi adanya tenaga kesehatan tanpa menerima gaji (sukarelawan) namun masih tetap melakukan tugasnya sebagai tenaga kesehatan.

Data lain yang dapat dilihat adalah data penyakit tidak menular yang masih tinggi. Seharusnya jenis penyakit ini bisa ditangani di tingkat pelayanan kesehatan dasar yaitu puskesmas dengan upaya program preventif dan promotif sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal dalam Permenkes no 75 tahun 2014. Pertanyaannya sekarang apakah tingkat pelayanan dasar di setiap wilayah sudah terlaksana ataukah hanya sekedar program saja. Dari penjelasan diatas menjadi bukti bahwa otonomi daerah masih belum terealisasi dengan baik khususnya dalam sektor kesehatan.

Sayangnya, dampak dari otonomi daerah khususnya dalam sektor kesehatan belum mencapai target sesuai dengan yang pemerintah pusat harapkan. Seharusnya pemerintah pusat perlu melakukan pemerataan tenaga kesehatan diseluruh Indonesia dengan mengkaji ulang sistem pemerintahan yang dilakukan oleh setiap daerah, dinas kesehatannya dan instansi terkait dan juga sangat perlu memperhatikan kesejahteraan tenaga kesehatan. Dan hal ini kemungkinan menjadi penyebab tenaga kesehatan lebih memilih bekerja di daerah perkotaan daripada di daerah pulau ataupun daerah terpencil, bahkan setiap putra putri daerah tidak ingin bekerja didaerahnya sendiri dikarenakan tidak adanya perhatian pemerintah daerah terkait dengan kesejahteraan tenaga kesehatannya. Untuk itu penanganan cepat dari pemerintah pusat sangat perlu dilakukan sedini mungkin untuk mencegah kesenjangan ini terus meningkat.