Cek Bogor – Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama berkomitmen untuk terus mengembangkan seni budaya Islam di nusantara. Komitmen itu salah satunya ditunjukkan dengan menyiapkan regulasi pelestarian seni budaya Islam di nusantara.
“Sebagai bagian dari khazanah peradaban Islam di nusantara, kita wajib melestarikan seni budaya yang berbasis pada nilai-nilai Islam dan local wisdom,” kata Dirjen Bimas Islam, Muhammadiyah Amin, di hadapan peserta penyusunan regulasi tentang pelestarian seni budaya Islam, di Bogor, Kamis (21/03).
Lebih lanjut Amin menegaskan, bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan seni budaya Islam, mulai dari seni musik lokal, tarian daerah, seni rupa, sinematografi, film, teater, puisi, pantun, dan lainnya. Menurut Amin, karya seni dan budaya khas nusantara tersebut harus mendapat perhatian dari semua pihak agar tidak punah oleh ancaman pengaruh budaya asing.
“Coba kita lihat betapa bangsa kita yang dihuni mayoritas muslim, sangat kaya akan seni budaya Islam yang tidak dimiliki oleh bangsa lain. Karena itu, kekayaan seni budaya ini harus dijaga, dilestarikan, dan dilindungi dari pengaruh negatif budaya asing yang terus merangsek,” ujarnya.
Sebelumnya, budayawan Sastro al-Ngatawi memberikan perspektif kepada seluruh peserta bahwa seni budaya itu muncul dari hasil perenungan dan refleksi dari spiritualitas masyarakat. Menurutnya, jika ada sebagian masyarakat yang menolak seni budaya yang berkembang di masyarakat, seperti kehadiran musik misalnya, dimungkinkan ada masalah psikologis.
“Seni dan budaya itu berkembang sebagai hasil dari perenungan dan refleksi spiritualitas. Sebuah peradaban tidak akan berdiri tanpa ada dua unsur rasionalitas dan spiritualitas. Jika ada sebagian kelompok orang yang menolak seni budaya, seperti musik misalnya, berarti mereka memiliki problem mental yang sulit diobati. Ini kata Imam al-Ghazali,” tandasnya.
Di dunia Barat, lanjut mantan ajudan Gus Dur ini, mereka sebenarnya menggunakan aspek spiritualitas namun mereka menutup-nutupi. Yang mereka agung-agungkan adalah gerakan positivisme, atau karya-karya saintifik yang measurable, empirik, logis dan semacamnya. Hanya saja, menurutnya, sebagian orang Indonesia justru ada yang ingin meninggalkan spiritualitas dan mengambil hanya aspek-aspek ritualitas.
Kegiatan pembahasan draft Keputusan Dirjen tentang seni budaya Islam diselenggarakan oleh Sekretariat Ditjen Bimas Islam yang bertujuan agar pengelolaan, pengembangan, dan pelestarian seni budaya Islam di nusantara dapat dilakukan dengan baik, khususnya oleh pemerintah bersama stake holders.
Hadir sebagai peserta adalah Majelia Ulama Indonesia (MUI), Dewan Masjid Indonesia (DMI), NU, TVRI, RRI, dan beberapa perwakilan dari Kanwil Kementerian Agama, serta internal Ditjen Bimas Islam. Sedangkan nara sumber selain dari internal, juga melibatkan ormas keagamaan. (Lis)