Jakarta, Indonesia – Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss (Treaty on Mutual Legal Assistance (MLA) in Criminal Matters between the Republic of Indonesia and The Swiss Confederation) telah berlaku secara resmi pada Selasa (14/09/2021). Perjanjian ini berlaku setelah kedua negara menyelesaikan proses internal masing-masing.
Perjanjian ini ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM RI, Yaonna Hamonangan Laoly dan Menteri Kehakiman Swiss, Karin Keller-Sutter di Bern, Swiss pada 4 Februari 2019 lalu. Indonesia telah menyelesaikan proses ratifikasinya melalui Undang-Undang No. 5 tahun 2020 tentang Pengesahan Perjanjian Tentang Bantuan Hukum Timbal Balik Dalam Masalah Pidana Antara Republik Indonesia dan Konfederasi Swiss. Sementara, Swiss telah menyelesaikan proses internalnya pada Juli 2021 lalu. Kedua pihak selanjutnya memberitahukan penyelesaian proses tersebut melalui pertukaran nota diplomatik.
Pemberlakuan Perjanjian MLA RI-Swiss merupakan sebuah capaian yang sangat signifikan, mengingat Swiss merupakan pusat finansial dunia. Perjanjian ini merupakan perjanjian MLA pertama RI dengan negara Eropa sehingga akan membuka peluang pembentukan perjanjian MLA dengan negara-negara strategis lainnya di kawasan.
Perjanjian ini mengatur kerja sama bantuan hukum yang diharapkan dapat memperkuat pelacakan, pembekuan, penyitaan hingga perampasan aset hasil tindak kejahatan. Ruang lingkup bantuan timbal balik pidana yang luas ini merupakan salah satu bagian penting dalam rangka mendukung proses hukum pidana di negara peminta.
Sejalan dengan itu, perjanjian MLA ini juga dapat digunakan untuk memerangi kejahatan di bidang fiskal, termasuk perpajakan (tax fraud) sebagai upaya Pemerintah Indonesia untuk memastikan warga negara atau badan hukum Indonesia mematuhi peraturan perpajakan Indonesia, dan tidak melakukan kejahatan penggelapan pajak atau kejahatan perpajakan lainnya.
Hal penting lain dari Perjanjian MLA RI-Swiss adalah mengenai asas retroaktif yang memungkinkan dilakukannya permintaan bantuan hukum timbal balik terhadap tindak pidana yang proses hukumnya dimulai sebelum berlakunya oerjanjian ini. Penerapannya akan menguntungkan Pemerintah Republik Indonesia dalam upaya pengembalian aset atau kerugian negara dari hasil tindak pidana yang di tempatkan di Swiss secara lebih optimal.
(Sumber: Kementerian Luar Negeri)